Rabu, Agustus 22, 2012

Matahari Mengelilingi Bumi, Adakah itu menurut alQur’an??
Tanggapan berikut ini merupakan lanjutan dari apa yang pernah disajikan dalam blog ini juga. Sesungguhnya persoalan yang mendasar bukanlah mengenai apakah “matahari yang mengelilingi bumi atau bumilah yang mengelilingi matahari”. Lantaran masalah ini adalah masalah lama yang diperdebatkan orang, ditandai dengan munculnya sebutan “geosentris” atau “heliosentris”, yang melibatkan nama-nama tokoh seperti: Ptolomeus, Copernicus, dan sejumlah  tokoh non Muslim lainnya. Persoalan yang sesungguhnya sangat mendasar adalah “diungkapkannya ayat alQur’an mendukung teori geosentris sebagai salah satu pen-tafsir-an terhadap ayat alQur’an, lalu dikatakan “kepastian” dari dhahir ayat alQur’an”. Disini tidak perlu diungkap latarbelakang munculnya  peredebatan lama. Namun karena sudah terlanjur ditulis melalui sebuah buku serta kemudian dimunculkan di dunia maya, maka perlu diberi catatan-catatan koreksi agar khalayak ramai mengetahuinya. Pada perinsipnya siapapun yang membaca janganlah bertaqlid-buta tanpa tahu ilmu dan penjelasannya. Kemudian dari itu kalau sudah paham dan mengena di hati maka perlu beri’tiba’ mengikut kepada yang benar saja. Namun kalau tidak pas di hati boleh diberi catatan koreksi pula. Dengan demikian wawasan kita semakin bertambah karena saling memberi informasi.
Apabila dalam tanggapan ini ada kalimat kasar maka itu hanya terkait dengan cara penyampaian. Bukan dengan maksud kasar. Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Selamat Iedul Fithry 1433H. Mohon maaf lahir dan bathin.
Tanggapan ini murni dari Bpk Syamsu Alam Ardamansa, dan 100% dipertanggung jawabkan oleh beliau demikian pula seluruh isi blog ini sejak awal sampai akhir.  Tulisan yang diposkan dalam blog ini diperhadapkan oleh The House of Wisdom Palu, sekaligus kami melalui blog ini meminta kerelaan untuk kami kutip kembali tulisan yang diposkan oleh: Sirothalmustaqim, Agustus 2011. Pada alamat,  http://shirotholmustaqim.wordpress.com/ 2011/ 08/ 04/ benarkah-bumi-mengelilingi-matahari/
Sebagai catatan awal yang perlu untuk dipahami para pembaca, mengenai apa yang kami pahami, bahwa :
(1).    Tentang matahari keliling bumi maksudnya adalah pergerakan matahari yang terlihat sehari-hari terbit di timur, terus bergerak sampai terbenam di barat dan seterusnya berulang dalam 24 jam. Apakah benar, memang ada pernyataan ayat alQur’an secara dhahir, bahwa: “matahari mengelilingi bumi”??. Perlu dipertegas disini bahwa yang kita bicarakan ialah ayat alQur’an mana, yang menyatakan hal itu.  Adapun soal matahari keliling bumi atau bumi keliling matahari, itu pembahasannya tersendiri.
(2)     Tentang pergerakan bumi dimaksudkan adalah bumi bergerak mengitari matahari menempuh perjalanan selama 1 tahun atau 12 bulan atau +365 hari dalam sekali keliling. Ini dikenal dengan istilah “revolusi-bumi” mengelilingi matahari. Apakah memang begitu? Atau bumi itu sebenarnya “diam” saja. Ini perlu kita pertanyakan juga karena memang ada yang memahami bahwa “bumi tidak bergerak”. Kenapa dipertanyakan, ya. bukan terhadap pahamnya atau teorinya yang kita pertanyakan. Tetapi lantaran paham itu disandarkan pada ayat alQur’an bahwa bumi “diam” saja. Apakah memang Bumi itu diam saja menurut alQur’an??
(3).    Selain sebutan “revolusi”, bumi juga melakukan perputaran pada dirinya sendiri (berpusing) yang bertumpu pada poros/sumbunya, dengan waktu sekali putar +24 jam. Bahasa sehari-harinya berputar seperti gasing, atau seperti roda berputar di as-nya. Gerakan demikian dikenal dengan sebutan “rotasi-bumi”. Bumi melakukan rotasi dengan gerakan ke kiri (sinistral) jika dipandang dari posisi kutub utara bumi. Hampir sama kedaannya dengan perputaran orang yang sedang tawaf keliling ka’bah, dimana ka’bah sebagai titik pusat/sumbu putar. Kulit  bumi yang tebal, yang kita tempati bagian luarnya, bergerak berputar dari barat ke timur; maka terlihat oleh pandangan kita dari bumi, bahwa matahari terbit di timur lalu terbenam di barat.
Itulah tiga kategori fakta yang perlu kita kemukakan. Permasalahannya, Apakah benar menurut alQur’an bahwa matahari yang berputar keliling bumi dan bumi diam saja?? Pembuktian itu diperlukan karena dikaitkan dengan ayat-ayat alQur’an. Dan sama sekali bukan tujuan kita mencari mana yang benar dan salah. Tetapi karena alQur’an sendiri telah mengisyaratkan:
 " لا تقف ما ليس لك به علم، إن السمـع والبصر والفؤادة كل ألئك كان عنه مسئولا "
“Jangan kamu ikuti sesuatu yang tiada bagimu ilmu/penjelasannya, sesungguhnya pendengaran (informasi), pandangan (observasi), dan telaah/pemahaman kamu melalui hati, akan dimintai pertanggung jawabannya (dikemudian hari)”. (QS. Isra’[17]:36)
Setiap pandangan atau pendapat, itu berharga, karenanya harus dihargai. Dan setiap orang disilahkan memahami serta memilih pendapat mana yang pas dalam hati. Tetapi tidak bertqlid buta, ikut-ikutan, karena itu terlarang sebagaimana kandungan ayat tersebut.
Apapun pandangan kita tentang matahari, bumi, dan bulan, sama sekali tidak akan mempengaruhi pergerakan ketiga benda langit itu karena mereka bergerak secara alami sebagai sunnatullah. Pemahaman kita tentang ketiganya; diperlukan untuk kebutuhan kita memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan amal ibadah, dan peradaban kita selaku khalifah di bumi.   
Dalam tanggapan ini satu demi satu dalil dikutip dan disajikan, lalu diberi tanggapan seperlunya. Tulisan yang dikutip dicetak miring berwarna merah, sedangkan tanggapannya dicetak tegak berwarna biru. Mari kita ikuti sajian dialog dunia maya berikut ini:

Soal:
Apakah matahari berputar mengelilingi bumi?
Jawab:
Dhahirnya dalil-dalil syar’i menetapkan bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan dengan perputarannya itulah menyebabkan terjadinya pergantian siang dan malam di permukaan bumi, tidak ada hak bagi kita untuk melewati dhahirnya dalil-dalil ini kecuali dengan dalil yang lebih kuat dari hal itu yang memberi peluang bagi kita untuk menakwilkan dari dhahirnya.

TANGGAPAN:
Pemahaman terhadap dalil-dalil syar’i dari ayat, harus bersumber dari ayat alQur’an secara dhahir pula. Tetapi tidak ada satupun ayat yang antum[anda] paparkan secara dhahir seperti yang antum kehendaki.
Ingatlah!! bahwa “mekanisme” terbitnya matahari di timur dan terbenamnya di barat, tidak diungkap sama sekali secara dhahir oleh ayat-ayat yang antum paparkan. Semuanya hanya dipahami dari dhahir ayat. Tetapi bukan dari dhahir[redaksi] ayat itu sendiri. Karenanya, memang tidak ada hak bagi kita untuk menyelewengkan ungkapan dhahir ayat tersebut. Soal apakah matahari yang berputar mengelilingi bumi ataukah bumilah yang bergerak mengelilingi matahari, adalah masalah “mekanisme-pergerakan”, yakni bagaimana cara keduanya melakukan pergerakan satu sama lain berdasarkan Sunnatullah, sehingga terlihat dan diketahui oleh manusia di bumi bahwa matahari itu terbit di timur dan terbenam di barat.  
Adalah sangat keliru mentakwilkan matahari berputar keliling bumi, padahal dalil syar’i dari ayat alQur’an tidak ada yang mengungkap secara dhahir seperti itu. Dalam masalah ini, perkataan Shahabat, tabiin, Ulama’ (ilmuwan) walaupun dapat dijadikan bandingan, tetapi bukan sebagai dalil syar’i. Karena ini masalah IlmuPengetahuan, dan Peradaban manusia yang terus berkembang. 

DALIL - 1 :
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman tentang Ibrahim akan hujahnya terhadap orang yang membantahnya tentang Rabb: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.” (QS Al Baqarah: 258).
Maka keadaan matahari yang didatangkan dari timur merupakan dalil yang dhahir bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.

TANGGAPAN-1:
Pada surat Al-Baqarah(2): 258 tersebut diungkapkan “ucapan” Nabiyullah Ibrahim as., Namun berdasarkan dhahir ayat, sama sekali tidak terdapat ungkapan dalam ayat yang menyebutkan “matahari berputar mengelilingi bumi”.
Dhahir ucapan Nabiyullah Ibrahim as., pada ayat tersebut adalah sbb:

قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ ، فأت بهآ من المغرب
Ibrahim berkata :”sesungguhnya Allah terbitkan (datangkan) matahari dari timur, maka cobalah engkau terbitkan matahari dari barat…” Ibrahim menantang lawan bicaranya dengan kalimat itu.
Kemudian, dengan serta-merta antum ambil kesimpulan sebagai berikut:
“Maka keadaan matahari yang didatangkan dari timur merupakan dalil yang dhahir bahwa matahari berputar mengelilingi bumi”.
Takwil antum dalam pernyataan itu keliru, karena antum simpulkan berdasarkan apa yang dipahami dari pandangan sehari-hari. Padahal disini kita berbicara tentang dhahir ayat. Bagaimana “mekanisme” pergerakan sehingga matahari terlihat terbit di timur dan terbenam di barat?? Hal ini tidak diungkap oleh dhahir ayat yang antum paparkan tersebut. “Sesungguhnya Allah datangkan matahari dari timur…” Demikian itu ucapan Nabiyullah Ibrahim as., yang dikekalkan dalam ayat tersebut. Itu saja. Apakah Ibrahim memahami sama dengan yang antum pahami,? itu namanya “takwil” terhadap ucapan Ibrahim as. Sehingga bukan dhahir ayat yang antum bahas sesungguhnya, melainkan ucapan Ibrahim as., yang ada tertera dalam ayat tersebut.
Ada contoh ayat lain (QS. an-Naziyat[79]: 24), tentang bagaimana ucapan seseorang dikekalkan dalam alQur’an seperti ayat berikut ini: َقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى     “maka ia berkata aku adalah tuhanmu yang maha tinggi”,. Ini adalah ucapan manusia (Fir’aun),  sekalipun demikian ini adalah Firman Allah juga, karena semua ayat-ayat alQur’an itu adalah Firman Allah. Ini hanya contoh bandingan.  Contoh lain, tatkala Ibrahim melihat matahari terbit, ketika itu dia berkata : “ini tuhanku”. Kalimat Ini juga dari ucapan Ibrahim as., yang dikekalkan dalam alQur’an. Masih banyak ayat lainnya yang serupa, tetapi kita tidak perlu mentakwil ucapan manusia sekalipun itu dikekalkan sebagai ayat alQur’an, karena belum tentu maksud yang kita inginkan sama maksud ayat itu.

DALIL - 2:
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman juga tentang Ibrahim: “Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar’, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’” (QS Al An’am: 78).
Jika Allah menjadikan bumi yang mengelilingi niscaya Allah berkata: “Ketika bumi itu hilang darinya.”

TANGGAPAN-2:
Surat Al-An’am:78
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـذَا رَبِّي هَـذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ -

Ayat tersebut mengungkapkan peristiwa yang dialami Nabiullah Ibrahim. Adapun yang dapat dipahami dari ayat tersebut ialah “Ibrahim melihat matahari itu dari posisinya di bumi”. Dalam lafaz ayat sudah jelas disebutkan “tatkala ia melihat matahari terbit,… “. Sesungguhnya Ibrahim dalam kehidupannya sehari-hari mengetahui matahari terbit dan terbenam. Sama saja dengan kita sekarang ini. Namun dalam proses pengembaraan jiwanya mencari wujud tuhan, tiba-2 Ibrahim mendapatkan semacam idea dalam benaknya tentang wujud tuhan. Yaitu “matahari”. Idea yang datang secara demikian itu disebut (dalam fsikologi komunikasi hewan) dengan sebutan: “aha-erlibniz”. Idea seperti itu pada semua manusia bisa saja mendadak muncul. Mungkin bermanfaat mungkin juga tidak. Kenyataanya ayat mengungkap dengan kalimat seperti di atas. (tatkala Ibrahim melihat matahari terbit dia berkata: “inilah tuhanku”)………… namun tatkala matahari itu terbenam maka Ibrahim menyangkal pernyataannya sendiri. 
Lalu kenapa tiba-tiba antum menyatakan sebagai berikut:
(Jika Allah menjadikan bumi yang mengelilingi niscaya Allah berkata: “Ketika bumi itu hilang darinya.”).
Bagaimana mungkin ada firman Allah seperti yang antum kehendaki: Ketika bumi itu hilang darinya”, padahal dipahami dari dhahir ayat itu Ibrahim melihat matahari terbit. Dimana Ibrahim ketika melihat matahari?? Ya, di bumi. Nah kalau bumi hilang dari Ibrahim, loh, dimana  posisi Ibrahim?. Maka menjadi kacaulah konteks ayat itu jika mengikuti cara takwil antum. Ungkapan ayat itu adalah benar 100%, tetapi analogi cara peng-andai-an dari antum terhadap ayat tersebut adalah keliru 100%. ‘Afwan ya Akhiy.

DALIL – 3:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.” (QS Al Kahfi: 17).
Allah menjadikan yang condong dan menjauhi adalah matahari, itu adalah dalil bahwa gerakan itu adalah dari matahari, kalau gerakan itu dari bumi niscaya Dia berkata, “gua mereka condong darinya (matahari).” Begitu pula bahwa penyandaran terbit dan terbenam kepada matahari menunjukkan bahwa dialah yang berputar meskipun dilalahnya lebih sedikit dibandingkan firmanNya, “(condong) dan (menjauhi mereka).”

TANGGAPAN – 3
            Simpulan dan peng-andai-an yang antum ajukan lagi-lagi terpeleset. Keinginan antum mentakwil ayat tersebut cukup kuat terbukti dengan kalimat: “Allah menjadikan yang condong dan menjauhi adalah matahari”. Itulah redaksi yang antum kehendaki menurut pikiran antum sendiri. Apakah antum tidak keliru memahami ayat tersebut?. Mari kita perhatikan secara saksama redaksi ayatnya:

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيّاً مُّرْشِداً

Pada awal ayat tertera ungkapan “wa tara as-syamsa …..”- -“engkau lihat matahari…..”, berarti menurut penglihatanmu dari bumi. Ini pokok masalahnya. Maknanya bahwa matahari condong dan menjauhi bumi itu, adalah dalam penglihatanmu   (وترى الشمـس). Bukanlah karena pergerakan matahari itu sendiri. Karena itu tidak perlu membuat suatu kalimat peng-andai-an seperti: kalau gerakan itu dari bumi niscaya Dia berkata, “gua mereka condong darinya (matahari).”.
Sesungguhnya Inti pembahasan ayat tersebut bukanlah tentang gerakan matahari atau bumi, melainkan tentang posisi (geografis) letak gua tempat para pemuda yang shalihin bersembunyi.  Alamat gua yang disebutkan dalam ayat adalah, ketika matahari terbit, condong dari arah sebelah kanan gua itu, dan ketika matahari terbenam, menjauhi gua itu di sebelah kiri. Informasi demikian menunjukkan bahwa gua itu menghadap ke utara. Karena dengan menghadap utara akan terlihat  تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ matahari terbit condong dari kanan gua, dan terbenam di kiri تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ.   Sangatlah tepat ungkapan di awal ayat dengan kalimat وَتَرَى الشَّمْسَ  “wa tara as-syamsa”.   “engkau lihat”.
Selanjutnya untuk memastikan kondisi gua tersebut, maka ayat memberi informasi: وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ . mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu . Demikian itulah sebagian tanda-tanda dari Allah SwT. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah SwT., maka dia mendapatkan petunjuk tentang gua itu. Namun siapa disesatkan Allah SwT., maka tiada yang dapat menolongnya mendapatkan petunjuk tentang gua itu. Coba sekali lagi antum simak dengan seksama kandungan ayat itu. Sambil bersama-sama kita merenung istighfar kepada Allah SwT.

DALIL – 4:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al Anbiya’: 33).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: berputar dalam suatu garis edar seperti edaran alat pemintal. Penjelasan itu terkenal darinya.

TANGGAPAN-4:
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ -
Tidak ada yang dapat ditakwilkan dari ayat tersebut bahwa matahari bergerak keliling bumi. Fakta yang disajikan ayat ini apa adanya bahwa matahari, bulan, masing-masing bergerak di garis edarnya. Demikian halnya dengan malam dan siang. Teori astronomi pun ternyata sejalan dengan itu.
Padangan Sahabat Nabi, Ibnu Abbas ra., walaupun dapat dijadikan bandingan, namun bukanlah patokan. Tentu itu dikutip dari riwayat-riwayat, yang menunjukkan adanya pemahaman seperti itu, yang berkembang di zamannya.  Itu bukanlah dalil syar’i. 

DALIL-5 :
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat.” (QS Al A’raf: 54).
Allah menjadikan malam mengejar siang, dan yang mengejar itu yang bergerak dan sudah maklum bahwa siang dan malam itu mengikuti matahari.

TANGGAPAN-5:
Cara pemahaman terhadap redaksi ayat dalil-4 tidak jauh berbeda dengan ayat yang disajikan dalil-5. Redaksi ayat itu sebagai berikut:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ
 تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Ayat ini dan juga ayat sebelumnya, sebenarnya menjadi dalil yang membatalkan teori heliosentris, namun tidak membenarkan teori geosentris. Adapun ungkapan malam mengikuti siang dengan cepat, sama sekali tidak menunjukkan pergerakan matahari keliling bumi. Tetapi justru menunjukkan adanya rotasi bumi. Karena terjadinya pergantian siang dan malam itu lantaran bumi sendiri yang berotasi berputar di sumbunya, sehingga permukaannya bergantian menerima sinar matahari. Jadi bukan matahari yang bergerak mengelilingi bumi, tetapi bumi berputar pada sumbunya +24 jam sekali putar. Akibatnya penduduk bumi, termasuk Nabiyullah Ibrahim as., saya, dan antum, melihat matahari terbit di timur lalu terbenam di barat. Begitulah pemandangan yang terlihat dari posisi kita di bumi. Pergerakan matahari yang dipaparkan oleh kedua ayat di atas tidak disebut mengelilingi bumi. Tetapi matahari dan bulan masing-masing bergerak pada garis edarnya atas perintah Allah SwT. Khusus ini akan dijelaskan tersediri di tempat dan waktu lain.

DALIL-6:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(QS. Az Zumar: 5).
FirmanNya: “Menutupkan malam atau siang” artinya memutar kannya atasnya seperti tutup sorban menunjukkan bahwa berputar adalah dari malam dan siang atas bumi. Kalau saja bumi yang berputar atas keduanya (malam dan siang) niscaya Dia berkata, “Dia menutupkan bumi atas malam dan siang.” Dan firmanNya, “matahari dan bulan, semuanya berjalan” menerangkan apa yang terdahulu menunjukkan bahwa matahari dan bulan keduanya berjalan dengan jalan yang sebenarnya (hissiyan makaniyan), karena menundukkan yang bergerak dengan gerakannya lebih jelas maknanya daripada menundukkan yang tetap diam tidak bergerak.

TANGGAPAN-6:
Ayat yang dimaksudkan sebagai berikut:
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى أَلَا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ -

Pengertian “menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam” itu menegaskan adanya pergantian siang dan malam, atas kehendak Allah SwT.  Ungkapanيكورالليل  “yukawwirulLail” bertimbal - balik dengan  يكورالنهار“yukawwirunNahar”, sama saja maknanya dengan ungkapanتولج الليل  “tuwlijulLail” timbal-bailk dengan  تولج النهار “tuwlijunNahar” dalam QS. Ali Imran[3]:27.  Begitu juga di ayat lain menggunakan ungkapan “yuwlijulLail”, timbal-balik dengan “yuwlijunNahar”.  Ada juga يغسي الليل النهار “yugsiy-allail-annahar”.

Perlu ditegaskan bahwa malam dan siang itu adalah situasi, kondisi, yang dialami belahan bumi secara bergantian. Bila belahan bumi yang di sebelah mengalami malam maka pada saat yang bersamaan belahan yang lain dalam keadaan siang. Begitu pula sebaliknya. Situasi dan kondisi itu bukanlah wujud benda. Jadi tidak perlu dipelintir maknanya seperti sorban tutup kepala. Selanjutnya matahari dan bulan keduanya bergerak sesuai dhahir ayat. Tidak ada masalah dan memang begitu. Tetapi dimana dhahir ayat tentang matahari keliling bumi??

 

DALIL-7:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya.” (QS Asy Syams: 1-2).
Makna (mengiringinya) adalah datang setelahnya, dan itu dalil yang menunjukkan atas berjalan dan berputarnya matahari dan bulan atas bumi. Seandainya bumi yang berputar mengelilingi keduanya tidak akan bulan itu mengiringi matahari, akan tetapi kadang-kadang bulan mengelilingi matahari dan kadang matahari mengiringi bulan, karena matahari lebih tinggi daripada bulan. Dan untuk menyimpulkan ayat ini membutuhkan pengamatan.

TANGGAPAN-7 :

Ayat yang dimaksudkan sebagai berikut:

والشمس و ضحاها والقمر إذا تلاها. . . . .

Dhahir ayat benar adanya. Tidak perlu ditakwil atau dikomentari. Namun Peng-andai-an antum sudah terlalu jauh menyimpang. Wajar saja kalau ada hadist Nabi saw., melarang kita berandai-andai. Karena beresiko mempunyai tingkat kesalahan yang signifikan, mempengaruhi pandangan kita sendiri. Lalu antum berputar-putar dengan kalimat: seandainya bumi yang berputar mengelilingi keduanya tidak akan bulan itu mengiringi matahari,….  Peng-andai-an antum itu tidak pernah ada,  akan tetapi kadang-kadang bulan mengelilingi matahari dan kadang matahari mengiringi bulan, ini pemikiran yang lebih sesat lagi.

DALIL-8 :
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(QS Yaa Siin: 37-40).
Penyandaran kata berjalan kepada matahari dan Dia jadikan hal itu sebagai kadar / batas dari Dzat yang Maha Perkasa lagi Mengetahui menunjukkan bahwa itu adalah jalan yang haqiqi (sebenarnya) dengan kadar yang sempurna, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan siang malam dan batas-batas (waktu). Dan penetapan batas-batas edar bulan menunjukkan perpindahannya di garis edar tersebut. Kalau seandainya bumi yang berputar mengelilingi maka penetapan garis edar itu untuknya bukan untuk bulan. Peniadaan bertemunya matahari dengan bulan dan malam mendahului siang menunjukkan pengertian gerakan muncul dari matahari, bulan, malam, dan siang.

TANGGAPAN-8 :

Pada ayat 40 QS. Yasin[36}, sebagaimana terjemahan antum, dhahirnya ayat tertulis:

وكل فى فلك يـسـبـحـون

Terjemahan dari antum sudah betul menurut kami “Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”. Syukurlah antum tidak menambahkannya dengan kalimat: “….. dalam mengelilingi bumi”. Karena memang tidak begitu dhahir ayat tersebut. Dan rupanya menjadi kebiasaan antum menggunakan kalimat qiyas “andai”, seperti ini lagi:  Kalau se-andai-nya bumi yang berputar mengelilingi maka penetapan garis edar itu untuknya bukan untuk bulan. Sesungguhnya ayat-ayat yang antum kutip dari QS. Yasin tersebut adalah ayat-ayat yang berbicara tentang pergerakan masing-masing benda langit itu (matahari dan bulan) secara alamiyah, dengan penjelasan yang ilmiyah. Mengapa anda tidak membicarakan tentang terjadinya manzilah-manzilah bulan yang disinggung dalam ayat itu. Padahal disitulah intinya, bagaimana terjadinya kenampakan hilal itu. Dan kenapa ada manzilah-manzilah seperti terungkap dalam ayat tersebut. Apakah manzilah-manzilah itu bisa terjadi jika matahari bergerak mengelilingi bumi?? Coba antum buktikan dan jelaskan pula kedudukan manzilah itu berdasarkan dhahir ayat tersebut dengan perinsip bumi diam saja, tidak berotasi, dan mataharilah yang bergerak keliling bumi.

Demikian tanggapan terhadap dalil-dalil yang antum paparkan. Yang ditanggapi hanya dalil dari ayat alQur’an saja. Karena alQur’an itu mutlak kebenarannya, kita perlu mengambil peran turut serta menjaga keasliannya dari bentuk penafsiran yang keliru baik sengaja maupun tidak sengaja lantaran kurangnya alat pendukung dalam memahaminya.  Mengkaji makna ayat-ayat kauniyah tidak cukup dengan pengetahuan bahasa arab, apalagi secara redaksional belaka.  Karena alQur’an adalah bahasa wahyu. Firman atau kata-kata Allah Yang Maha Luas PengetahuanNya. Sekalipun diturunkan berbahasa arab, tetapi dalam memahami ayat-ayat seperti di atas, diperlukan tambahan pengetahuan, pengalaman dan wawasan. Selanjutnya mengenai Dalil-9, dan seterusnya tidak penting untuk ditanggapai. Karna kami yakin bahwa Nabiyullah Muhammad saw., tidak akan sembarang berucap, kecuali dikontrol oleh wahyu yang diwahyukan kepadanya. Kalau lafaz suatu hadist ngawur dalam masalah yang di bahas ini, maka kami yakin itu bukan dari Ucapan Nabi Muhammad saw.  Imam Bukhari, Muslim dan lainnya tetap mendapatkan satu pahala atas jerih payahnya dalam mengumpul dan mencatat hadist. 

 والسلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Senin, Januari 21, 2008

MATAHARI MENGELILINGI BUMI??

Sorotan Terhadap Buku Ahmad Sabiq.
(blog ini dimuat dalam 6x posting)
------------------------------------------
Pada Bulan Juni 2007M yang lalu di gedung Al-Mukhsinin Al-Khaerat Palu Sulawesi Tengah dilaksanakan acara Bedah Buku. Judul Buku yang dibedah adalah "MATAHARI MENGELILINGI BUMI, Sebuah Kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta bantahan terhadap teori Bumi Mengelilingi Matahari". Sebagai Nara Sumber utama ialah Utz. Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf, penulis buku itu sendiri. Buku tersebut diterbitkan oleh Pustaka Al-Furqon (Ponpes Al Furqon Al Islami, Srowo-Sidayu-Gresik). Sebagai Nara Sumber kedua, selaku pembanding didatangkan dari Universitas Tadulako seorang dosen Jurusan Fisika. Acara bedah buku tersebut menarik perhatian berbagai kalangan karena judul buku yang dibedah tersebut seolah merupakan sesuatu yang baharu. Utz. Syamsu Alam Ardamansa turut hadir sebagai peserta dalam acara itu dengan tujuan memberikan koreksi seperlunya. Pada kesempatan itu Utz. Ardamansa menyerahkan sebuah makalah kepada panitia dengan harapan bisa dibacakan tetapi mungkin karena keterbatasan waktu maka tidak sempat dibacakan.
Apa yang menarik dari buku Ahmad Sabiq? Berikut komentar utz Ardamansa.
Buku tersebut terbit dengan jumlah halaman 220 bolak-balik, cetakan keempat sebagai edisi revisi. Total isi berjumlah sembilan bab dilengkapi 78 rujukan daftar pustaka. Tetapi jumlah daftar pustaka yang ditampilkan tidak sebanding dengan isi buku. Terkesan Jumlah daftar pustaka lebih berbobot dari pada isi buku.
Apa kira-kira tujuan penulis menyajikan buku itu?
Ada 5 misi yang dikembangkan dalam buku itu; Ke lima misi itu pada dasarnya mengajak kaum muslimin berprilaku sesuai pola salafiyah. Sebagai contoh salah satunya, yakni: misi ke 5, mengajak kaum muslimin untuk memulai hidup baru dalam naungan manhaj (metode) Salaf Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Alhamdulillah.
Apa tujuan kita memuat batahan ini dalam sebuah blogger?
Niat kita adalah meluruskan isi buku bukan membantah. Jika pada judul bukunya digunakan kalimat ".......sebuah penafsiran berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah......" maka kita selaku Umat Muslim tidak perlu keberatan, no problem, karena kita diajarkan menghargai penafsiran atau pendapat siapa saja, sepanjang hal itu tidak bersifat penyesatan, penghinaan atau pelecehan. Tetapi disana tertulis kalimat "....sebuah Kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah......", ini kan merupakan kalimat penyesatan tanpa sadar. Bagaimana bisa ia pastikan, bukankah ia hanya menafsirkan atau hanya menyalin tafsiran orang lain lalu berkata ini sebuah kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena membawa nama Alqur'an itulah perlu kita koreksi, supaya diketahui oleh khalayak ramai bahwa dalam buku tersebut banyak terdapat kekeliruan yang dapat menyesatkan dan meremehkan kandungan Alqur'an sebagai kitab suci. Maka kepada khususnya Umat Muslim diserukan untuk melakukan tela'ah keritis terhadap isi buku itu sebelum menerima atau menolak pandangannya. Kepada umum non-Muslim yang telah membeli dan membaca buku itu; kami sampaikan maaf; sesungguhnya Alqur'an itu suci dan bersih dari cara berpikir Ahmad Sabiq yang terpola dalam penulisan buku itu. Jangan kiranya hal itu kemudian dijadikan bahan reference.
Sekalipun demikian usaha Utz Ahmad Sabiq tetap dihargai sebagai suatu upaya ijetihad sambil melakukan peninjauan kembali terhadap judul bukunya, sebagai bukti i'tiqad baiknya. Blog ini ditulis untuk maksud yang sesuai Misi Lembaga The House of Wisdom Palu, Indonesia.
Apa yang perlu disoroti dalam buku itu? Mari kita ikuti penjelasan oleh Utz Ardamansa selanjutnya.
Ya, karena judul buku berkaitan dengan isinya, maka isi buku itulah yang harus disoroti. Ada sejumlah kekeliruan dalam buku tersebut. Mulai dari kekeliruan mikro sampai kekeliruan makro.
Apa contoh kesalahan atau kekeliruan mikro itu?
Kekeliruan mikro biasanya dianggap sepele saja oleh penulis. Contohnya : penulisan kata "Alloh", seharusnya ditulis sesuai lafaz aslinya berbaris fathah. Tidak ada huruf "O" itu. Mengganti "Allah" menjadi "Alloh" adalah kesalahan fatal sebagai penghinaan tanpa sadar. Ketika dikoreksi dalam acara bedah buku itu, ternyata jawaban Ahmad Sabiq dalam melakukan penulisan buku itu, terkesan lebih mementingkan "kepuasan bathin dirinya dan kelompoknya", dari pada mengikuti keaslian lafaz "Alqur'an". Ulama mana dari kalangan salaf as-shalihiyn yang pernah mengajarkan adanya lafaz "O" itu? Inilah contoh kesalahan mikro dari pola pikir Ahmad Sabiq, yang berdampak tidak memurnikan ajaran Islam. Hal demikian jelas bertentangan dengan misi kedua dalam bukunya, "memurnikan syariat Islam dari segala bentuk syirik, bid'ah, dan pemikiran sesat". Bukankah mengganti kata "Allah" menjadi "Alloh" merupakan bagian dari menyisipkan "pemikiran sesat" yang tanpa disadari ?. Memang kita berusaha menuliskan penyebutan lafaz menurut kebiasaan dan kemampuan kita, tetapi penulisan jangan sampai merubah bunyi dasar lafaz asli. Sebagai contoh : kalangan Elit Arab di Palu kalau menyebut sabda Nabi SAW, begini bunyinya: "gaala Rasulullah", terdengar nada huruf "G". Tetapi tidak satupun dari mereka yang mengganti tulisannya sesuai bunyi yang mereka kehendaki. Kalau mereka tulis dalam Bahasa Indonesia tetap mengikuti lafaz aslinya yaitu: "Qaala". Huruf "Q" mengikuti huruf "Qaf". Ini yang kita sebut Ikhlash mengikuti keaslian lafaz Alqur'an.
Apa contoh kekeliruan makro dalam buku itu?
Kekelirun makro adalah kekeliruan dalam memahami dan menempatkan makna suatu kata yang menyebabkan penyimpangan makna kalimat secara utuh. Ini berdampak pada terjadinya penyimpangan makna ayat Alqur'an. Contohnya: ungkapan "RAWAASIYA" ( رواسي ) diterjemahkan begitu saja dengan arti "gunung-gunung". Padahal "gunung-gunung" atau "pegunungan" dalam bahasa sederhana adalah deretan keriput kulit bumi yang muncul dan terlihat di atas muka laut, dengan ketinggian bisa mencapai ribuan meter. Dan di bawah muka lautpun sebenarnya ada gunung-gunung itu. Untuk peristilahan "gunung-gunung" atau "pegunungan" Alqur'an menggunakan ungkapan yang lebih tepat : "ALJIBAAL" (الجـبال). Plural dari kata "JABALUN". Makna ungkapan "ALJIBAAL" tidak sama dengan "RAWAASIYA" dan tidak bisa seenaknya disamakan maknanya begitu saja. Kedua kata tersebut dalam Alqur'an sangat jauh berbeda maknanya terutama bila ditinjau dari sisi kebumian. Contoh Kesalahan ini mungkin disebabkan Ahmad Sabiq memang tidak memahami masalah kebumian. Dan ia bertindak hanya sebagai seorang penulis belaka, yang menyalin berbagai sumber sesuai pandangannya, tanpa analisa sedikitpun. Akibatnya bahwa Ahmad Sabiq mengajak pembaca bertaqlid, tanpa analisis. Hal ini bertentangan dengan qaedah Alqur'an Surat Isra' (17): ayat 36.
ولا تقف ما ليس لك به علم، إن السمع و البصر والفؤاد كل ألئك كان عنه مسئولا
Para pembaca disilahkan membuka Alqur'an sesuai petunjuk ayat tersebut.
-----------------------------------------------------------------
Dimana inti persoalan pembahasan Ahmad Sabiq berdasarkan judul buku?
Inti persoalan dari kajian Ahmad Sabiq dalam buku itu, adanya di bab 5 dengan judul "Matahari mengelilingi Bumi sebuah kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah serta kesepakatan para Ulama".
Entah mana yang dia maksudkan kesepakatan para ulama. Namun, Ahmad Sabiq terjebak dalam perdebatan antara penganut "heliosentris" dan "geosentris". Ternyata dia lebih berpihak kepada pandangan Aristoteles dan Ptolomeus dalam "geosentris" dengan perinsip bahwa "bumi adalah pusat jagad raya". Dan seolah menyalahkan penganut "heliosentris" yang diseponsori oleh Copernicus dan Kepler, yang menganggap bahwa "matahari adalah pusat jagad raya". Sayang sekali, jika dilihat dari halaman 105 s/d 113 dalam buku tersebut ternyata Ahmad Sabiq tidak mendapatkan informasi akurat tentang perkembangan ilmupengetahuan dengan kemajuan teknologi tentang antariksa atau alam makrokosmos. Ahmad Sabiq ketinggalan kereta yang membawa informasi itu. Bahwa kedua perinsip itu, baik "heliosentris" maupun "geosentris" telah ditinggalkan jauh sebagai kenang-kenangan historis. Dan kedua perinsip itu, ternyata tidak sejalan dengan Alqur'an. Ammaa ba'du. Bagaimana bisa Ahmad Sabiq, kemudian, begitu berani memaparkan bahwa itu pasti dalam Alqur'an ??? Keberanian Ahmad Sabiq memang melebihi dari argumen dan analisa yang dipaparkannya. Bahkan ia telah menertawakan dan menganggap lucu ajaran guru SD yang pernah mengajarkan paham "bumi mengelilingi matahari". (Lihat bukunya halaman 109).
Mari kita soroti pandangannya dalam bab 5 mulai halaman 114. Terdapat empat dalil yang dikemukakan untuk mendukung pandangannya bahwa "Matahari mengelilingi Bumi". Keempat dalil itu adalah sebagai berikut;
Pertama : Dalil bahwa bumi diam dan tidak bergerak
Kedua : Dalil bahwa matahari bergerak.
Ketiga : Kesepakatan para Ulama akan hal itu.
Keempat : Realita yang terpampang dihadapan kita.
----------------
Marilah kita soroti dalil pertama. Bahwa Bumi diam tidak bergerak.
Untuk memahami bahwa bumi diam dan tidak bergerak maka Ahmad Sabiq mengemukakan sejumlah 25 ayat Alqur'an dalam bukunya mulai halaman 114 sampai di halaman 127. Namun hanya ada 2 ayat yang menjadi sandaran utama dan perlu untuk kita komentari, yakni Surat Fathir (35):41 dan Rum (30):25. Ayat-ayat lainnya merupakan tambahan penjelasan terhadap kedua ayat tersebut. Yang kita soroti adalah cara dan analisa yang diterapkan Ahmad Sabiq terhadap kedua ayat itu.
Yang Pertama:
Mari kita soroti bagaimana pandangan Ahmad Sabiq terhadap ayat 41 Surat Fathir(35). Pada ayat tersebut terdapat ungkapan kata kerja "YUMSIKU" (يمـسـك) yang diartikan "menahan". Atas dasar terjemahan kata "menahan" tersebut dipahami oleh Ahmad Sabiq, bumi diam tidak bergerak. Kita kutip terjemahan buku itu selengkapnya. (Kata "Alloh" kita kembalikan menjadi "Allah"). "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan bergeser, dan sungguh jika keduanya akan bergeser tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia itu Maha Penyantun lagi Maha Pengampun".
Berdasarkan pada pemahaman ayat tersebut maka Ahmad Sabiq mendakwahkan bahwa bumi diam tidak bergerak karena ditahan oleh Allah. Seandainya bumi bergerak mengelilingi matahari berarti dia bergeser dari satu tempat ke tempat lainnya, itu bertentangan dengan ayat di atas, demikian yng dipahami Ahmad Sabiq (dalam bukunya halaman 115).
Kalau dibayangkan, dari pemaparan Buku Ahmad Sabiq, posisi diamnya bumi, kira-kira maksudnya sama dengan "bola kaki" yang ditahan oleh penjaga gawang. Ini cuma perkiraan saja untuk menyimak maksud Ahmad Sabiq dalam buku itu.
Pada halaman 126 Ahmad Sabiq menampilkan ayat 65 Surat Al-Hajj (22), yang dijadikan sebagai pendukung. Pada ayat itu juga terdapat kata "YUMSIKU" diartikan "menahan". Kita kutip seperlunya terjemahan penggal ayat tersebut: "....... Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi. ....... dst".

 أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاء أَن تَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ - 
Tetapi buku Ahmad Sabiq tidak membicarakan tentang makna "Yumsiku" lebih lanjut. Ia lebih berfokus pada posisi bumi, bahwa ayat tersebut menekankan makna posisi bumi sebagai pusat jatuh benda-benda langit. Oleh karena itu bumi tidak boleh bergeser. Karena kalau bumi bergeser, bagaimana bisa bumi jadi pusat jatuh; sedangkan ayat menyatakan bumi pusat jatuh. Inti pemahamannya bahwa bumi sebagai pusat jatuh tidak boleh bergeser dari tempatnya. Begitulah kira-kira maunya Ahmad Sabiq dalam memaknakan posisi bumi diam, tidak bergerak; melalui bukunya di halaman 126.
Ayat kedua:
Hal yang perlu disoroti terhadap pandangan Ahmad Sabiq tentang ayat 25 Surat Rum(30); ialah terdapatnya ungkapan "An-Taquwma" (أن تقوم) pada ayat tersebut. Lalu ungkapan kata itu diterjemahkan "berhenti". Mari kita kutip terjemahannya di halaman 116. "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah berhentinya langit dan bumi dengan izin-Nya....". Dengan menggunakan terjemahan "berhenti", maka Ahmad Sabiq memperkuat pendapatnya bahwa bumi berhenti, artinya tidak bergerak, diam, karena ditahan oleh Allah. Lagi-lagi keberanian Ahmad Sabiq lebih berbobot dari pada analisanya sendiri. Padahal kalau toh mau menggunakan Bahasa Indonesia dengan logika yang benar, sesuatu yang dikatakan "berhenti" itu pasti telah bergerak sebelumnya lalu berhenti. Bila dikembalikan maknanya pada kata aslinya maka "An Taquwma" artinya adalah "berdiri". Makna ayat 25 Surat Rum(30) yang sewajarnya adalah: "diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah "berdirinya" langit dan bumi dengan izin-Nya ......". Makna "An-Taquwma" dalam ayat itu ditujukan terhadap berfungsinya sistem bangunan langit dan bumi setelah dicipta. "An-Taquwma" merangkum makna "berfungsi setelah dicipta". Langit dan bumi "ada dan berfungsi". Itu terjadi dengan izin Allah. Jadi bukan berhenti dan diam.
----------------
Disini muncul lagi salah satu contoh kekeliruan makro dalam buku Ahmad Sabiq. Dan karena Ahmad Sabiq tidak bisa menggunakan analisa yang pas dan logis lalu dia lemparkan tanggung jawab itu kepada pendapat ulama terdahulu yang sejalan dengannya. Kemudian ditampilkan ayat 20 Surat Al-Baqarah(2) yang artinya menurut buku Ahmad Sabiq di halaman 116: ".....apabila gelap menimpa mereka, maka mereka berhenti......". Kata "berhenti" diterjemahkan dari ungkapan ayat "qaamuw".(قاموا) Ini dijadikan dalil pendukung oleh Ahmad Sabiq, memperkuat arti "berhenti" yang ia pasang pada ayat 25 Surat Rum(30). Alasannya ungkapan "qaamuw" yang terdapat pada ayat 20 Surat Al-Baqarah(2) di atas, berasal dari akar kata yang sama dengan ungkapan "takuwma" yang ada di ayat 25 Surat Rum(30) yang jadi pokok bahasan di atas, sehingga makna "taquwma" diartikannya "berhenti"; sebagaimana arti "qaamuw" yang juga diartikan "berhenti".
-----------------
Mari kita soroti makna "An-Takuwma", "Qaamuw", secara wajar. Kalau huruf "An" dilepas, maka bunyi ungkapan "Takuwma" (berbaris fat'hah) kembali ke dasar sebagai "Takuwmu" (berbaris dammah). Betul bahwa akar kata "Takuwmu" adalah (قام) "Qaama", "yakuwmu", "qawman", "Qaaiman", Qiyaaman", sama juga dengan "Qaamuw" yang ada di ayat 20 Surat Al-Baqarah(2) tersebut di atas. Tapi arti dasar dari kata-kata tersebut adalah "berdiri", bukan "berhenti". Coba artikan bunyi panggilan shalat ang dikumandangkan sesudah selesai azan: "Qad-Qaamatish-Shalaatu", (2x). Perhatikan pula bunyi hadist Riwayat Bukhary, Sabda Nabi SAW: "Janganlah salah seorang diantara kalian, minum sambil berdiri(قاءما) "Qaaiman". Kata "berdiri" terjemahan dari kata "qaaiman" yang ada di ujung hadist itu. Dalam Bahasa Arabnya, hadist itu berbunyi: "Laa Yasyrabanna Ahadun-Minkum Qaaiman". Jadi makna hadist sebagai ajaran akhlak, bahwa "minum sambil berdiri tidak etis". Jangan sampai diartikan "minum sambil berhenti....". Tambah lagi, perhatikan pula ayat 20 Surat Al-Muzzammil(73). Ayat itu menerangkan tentang sifat akhlak Nabi SAW. Bahwa Beliau bangun tengah malam berdiri melaksanakan shalatul-Lail. Dalam ayat itu digunakan kata: "Takuwmu" (dhamir anta) maknanya "berdiri". Coba kalau diartikan "berhenti". Wah.! gawat.
----------------------------
Mungkin, boleh saja kata "Qaamuw" (dhamir hum) diartikan "berhenti" sebagai makna alternatif sepanjang ada alasan (nahwu) dalam suatu susunan kalimat, yang membolehkannya. Tapi arti kata "berhenti" di ayat itu, sama sekali jangan dipahami "diam, kaku, tidak goyang-goyang, seolah-olah patung". Ini makna yang menyesatkan. Coba kita kutip secara utuh penggalan ayat 20 Surat Al-Baqarah(2) tersebut dalam Bahasa Indonesia: ".......setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan apabila gelap menimpa mereka, maka mereka berhenti....". Perhatikan secara seksama saudaraku. Kata "berhenti" (Qaamuw) dalam ayat itu diperhadapkan dengan kata "berjalan" (Masyaw). Secara logika kalau ada orang berjalan di bawah sinar terang pada malam hari, tiba-tiba gelap, maka dia tidak akan berjalan khawatir (misalnya) masuk lubang. Maka ia akan berbuat sesuatu, ia berdiri sejenak, berhenti dari berjalan. Begitulah makna "berhenti" pada kata "Qaamuw". Bukan bermakna diam, tidak goyang-goyang, kaku mirip patung. Paham yang begini harus diluruskan. Kenapa??. Karena Ahmad Sabiq menggunakan makna kata "berhenti" (yang diterjemahkan dari kata "Qaamuw", "takuwmu") sama dengan diam, tidak bergerak, lalu digunakan untuk mendukung pikirannya, bahwa bumi itu diam, tidak bergerak, tidak beredar, tidak berotasi, untuk memperkuat argumen bahwa bumi sebagai pusat jagad raya. Ini cara tafsir yang curang. Ini contoh bentuk kekeliruan makro yang berakibat menyelewengkan makna ayat secara utuh tanpa sadar.
Astagfirullah wa nauwzu billah.-----------------------------
Bagaimana sesungguhnya penempatan makna "yumsiku" di Surat Fathir(35) ayat 41 dan ayat lainnya, yang berhubungan dengan posisi bumi ??
Sesungguhnya bila kita berupaya menghayati arti kata "Yumsiku" pada ayat tersebut di atas, ya, maknanya memang bisa diartikan "menahan". Tetapi bukan berarti tiada pergerakan sama sekali. Ketika dikatakan benda-benda langit ditahan supaya tidak jatuh ke bumi, apakah benda-benda langit itu tidak bergerak sama sekali, diam membisu??
Demikian halnya dengan bumi kita ini, apakah bumi diam membisu tiada pergerakan sama sekali, hanya lantaran dipahami "Allah menahan bumi", dengan kata "YUMSIKU"??
Mari kita buka ayat lainnya dalam Alqur'an, yang tiada tercantum dalam buku Ahmad Sabiq.
Kata "YUMSIKU" terdapat juga dalam ayat 79 Surat An-Nahl(16); dan pada ayat 19 Surat Al-Mulk(68). Dikatakan pada kedua ayat itu bahwa burung-burung terbang di angkasa. Bahwa Allah jualah yang "menahan" mereka, sehingga burung-burung itu dapat terbang bebas mengepakkan sayapnya, melayang-layang di angkasa.
Pada kedua ayat tersebut, bisa juga digunakan arti kata "Yumsiku" itu sama dengan "menahan". Tapi bukan berarti burung-burung itu diam tidak bergerak sama sekali. Disinilah diperlukan pendalaman makna ayat secara wajar.
Alqur'an adalah wahyu, sekalipun diturunkan berbahasa arab, namun tolok ukur pemahamannya adalah sebagai bahasa wahyu. Alqur'an bukan dari omongan orang arab. Nabi Muhammad SAW, ketika melafazkan ayat Alqur'an itu tidak sembarangan. Oleh karena itu bukanlah sekedar analisa struktur dan tata bahasa arab yang diperlukan. Harus ada alat lainnya.
-----------------
Benda-benda langit termasuk bintang-bintang, matahari kita, meteorit, planet-planet, tetap bergerak, seperti halnya burung-burung yang terbang di angkasa bebas. Semuanya ditahan ("Yumsiku") oleh Allah sehingga dalam pergerakannya ia aman, seimbang, tidak saling tabrakan, atau melenceng dari garis orbit yang sudah ditetapkan baginya masing-masing. Demikian pula planet bumi ditahan agar tidak meleset dari garis orbitnya ("Yumsiku ..... an-Tazuwla"). Ungkapan "An Tazuwla" sama sekali bukan berarti tiada bergeser, lalu menjadi kaku, diam membisu.
----------------------
Mari kita simak contoh maknanya berikut ini. Ketika seseorang ayah mengajar pertama kali anaknya belajar naik sepeda, sang ayah berusaha mengajarkan keseimbangan. Selanjutnya, sang ayah berupaya menahan agar sepeda selalu dalam posisi keseimbangan, sehingga sang anak dan sepedanya tidak melenceng, yang dapat mengakibatkan dia jatuh. Itulah contoh penempatan makna kata: "Yumsiku ........... An-Tazuwla", yang harus diterapkan terhadap posisi bumi. Karena Allah menahan bumi dengan kekuasaanNya, maka bumi tidak akan menyimpang dari garis orbitnya, kecuali atas izinNya.
------------------------------------Bagaimana mekanisme bumi ditahan (yumsiku) agar tetap seimbang dalam posisi orbitnya??Tentang posisi bumi yang tersebut di dalam Alqur'an Surat Fathir(35) ayat 41: ".......yumsikus-samaawaati wal-ardha An Tazuwla...."; seharusnya dimaknai dengan pengertian "bahwa Allah Yang Maha Kuasa, menahan langit dan bumi agar tidak tergeser dari tempat orbitnya". Bukan dipahami "Allah menahan langit dan bumi supaya tidak bergeser (diam tak bergerak)".
Mekanisme apa yang diciptakan Allah membuat bumi dapat tertahan untuk bergeser dari tempat orbitnya?? Disinilah fungsi kedudukan ayat-ayat yang menyatakan adanya sesuatu yang dinamakan: "rawaasiya", yang ditempatkan di bumi. Ungkapan "rawaasiya" tersebut dalam Alqur'an itu bukanlah "gunung-gunung", sebagaimana terjemahan salah satu ayat Surat Fushshilat (41):10; dalam buku Ahmad Sabiq diterjemahkan: "Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh dari atasnya......" (halaman 120).
Makna sewajarnya : "dan Dia jadikan di bumi itu rawaasiya dari atasnya .....". Penyebutan Alqur'an: "wa ja'ala fiiy haa rawaasiya min fawqihaa". Mari kita rinci: wa ja'ala (Dia jadikan); fiiy haa (padanya/maksudnya di bumi); apa yang dijadikan di bumi?? ialah: rawaasiya (jangan diterjemahkan dulu); min fawqihaa (dari atasnya).
Jadi, menurut ayat tersebut bahwa, sesuatu hal yang membuat bumi dalam posisi seimbang tidak melenceng, ialah adanya "rawaasiya" yang ditempatkan di bumi. Dalam ayat tersebut berbunyi: "rawaasiya min fawqihaa". Ungkapan "min fawqihaa" dapat diterjemahkan: "dari atasnya". Terjemahan "dari atasnya" bermakna "dari luar bumi". Lalu di tempatkan di bumi. Untuk apa ?? ya, untuk menjaga bumi agar seimbang.
Jika ayat tersebut dipahami dengan makna yang wajar, maka "rawaasiya" itu adalah sesuatu (gaya) yang diberikan Allah untuk menahan bumi dalam posisi edarnya agar tetap seimbang. Itulah makna "Yumsiku .......... wal-Ardha An Tazuwla". Begitulah bahasa Alqur'an, itu adalah bahasa wahyu, bukan omongan manusia, sekalipun menggunakan Bahasa Arab. Jadi kata "rawaasiya" itu tidak tepat diartikan "gunung-gunung". Dalam bahasa Alqur'an "gunung-gunung" adalah "al-jibaal". Ini memang arti yang lebih tepat.
Adakah perbedaan pengertian antara "rawaasiya" dan "al-jibaal" ??. Ya, Perbedaan itu ada dalam hal wujudnya; bagaimana perbedaan wujud itu kita pahami.
Pertama:
"Al-jibaal" atau gunung-gunung itu melekat di bumi, wujudnya ril terlihat. Sedangkan "rawaasiya" adanya diluar bumi. Wujudnya ril tapi tidak terlihat oleh mata kepala.
Kedua:
"Al-jibaal" adalah keriput kulit bumi, yang merupakan lapisan terluar, dengan ketebalan mencapai ribuan meter. Sedangkan "rawaasiya" sebagai gaya pembingkai bumi dengan kekuatan dan kemampuan yang dahsyat.
Apa persamaan Rawaasiya dan AlJibaal??
Keduanya mempunyai persamaan dalam hal fungsi, yaitu melindungi bumi. Tapi masing-masing mempunyai tugas pokok sendiri.
Apa tugas pokoknya dalam melindungi bumi??
Al-jibaal berfungsi melindungi bumi, mengurangi risiko "hancur" akibat tabrakan benda-benda langit dari luar bumi. Minimal bumi jadi bopeng sajalah. Rawaasiya juga berfungsi melindungi bumi, tetapi difokuskan menjaga keseimbangan bumi, agar tetap dalam posisi edarnya, menghindari risiko "tergeser" akibat tarikan gravitasi benda langit yang lebih besar, termasuk gravitasi matahari. Ataupun risiko "melenceng" akibat terdorong oleh tabrakan dari benda-benda langit yang lebih kecil, seperti meteorit. (Sekedar catatan: bahwa dalam bahasa antariksa "meteor menabrak bumi", itu artinya dalam bahasa kita "meteor jatuh ke bumi").
Apa manfaat keduanya?
Al-jibal (gunung-gunung) sebagai lapisan kulit bumi terluar, diciptakan Allah bermanfaat untuk kepentingan penghuni bumi, dimana manusia sebagai salah satu penghuni yang diberi posisi sebagai khalifah di bumi. Aljibaal terdiri atas lapisan-lapisan startigrafi, banyak mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk kehidupan manusia. Dibagian lapisan paling luar terdapat berjuta-juta pepohonan dan tanaman hijau lainnya, yang berfungsi sebagai sarana pendukung berlangsungnya proses fotosintesis, dimana unsur oksigen (O2) dihasilkan dalam jumlah yang melimpah diperlukan untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Manfaat rawaasiya sebagai nikmat yang sangat berarti bagi manusia dan penghuni bumi lainnya. Penghuni bumi boleh tinggal seenaknya di bumi, tidak terlempar ke luar bumi, sekalipun bumi itu berotasi. Manusia boleh kesana kemari, lompat, jungkir balik, naik pesawat, namun tetap dalam wilayah bumi. Demikian adanya awan-awan, yang melayang di atas kita, membawa berkah air sebagai hujan. Namun awan-awan itu masih dalam wilayah bumi pada lapisan angkasa bumi yang paling rendah sekitar 1000 s/d 2000 meter dari muka laut. Posisi awan tertinggi bisa mencapai 12.000 meter diatas muka laut, awan demikian dikenal dengan nama Awan Cirrus. Pesawat terbang bisa melayang lebih ke luar atau lebih tinggi sedikit dari posisi awan cirrus itu. Wilayah bumi terluar mencapai lebih dari 800 km dari muka laut.
Kenapa lapisan angkasa yang tebal itu tidak lepas dari bumi?? Ya, semuanya itu, karena adanya "rawaasiya" sebagai pemberian Allah untuk bumi, dan kita manusia menikmatinya. Dengan rawaasiya, bumi dapat berputar disumbunya (rotasi) 1x24 jam, sekaligus bergerak mengedari matahari (revolusi) 1x dalam satu tahun. Pada dalil keempat kita akan buktikan masalah ini.
Sangat mudah bagi Allah mengatur semuanya itu. Allahu Akbar, Subhanallah !!
--------------------------------------
Mari kita Soroti dalil kedua. Bahwa Matahari itu bergerak.
Pada halaman 130 sampai 134, dalam buku tersebut langsung dimunculkan sebuah sub-judul : "Matahari Berputar Mengelilingi Bumi". Lalu ditampilkan sejumlah 8 alamat ayat Alqur'an sebagai dalil untuk mendukungnya. Agar pembaca dapat membuka alamatnya dalam Alqur'an, berikut ini kita tuliskan alamat tersebut, yakni: al-baqarah(2)/258; al-an'am(6)/78; al-kahfi(18)/17; al-anbiya'(21)/33; al-a'raaf(7)/54; az-zumar(39)/5; as-syams(91)/1-2; dan Yaasiin(36)/38-40. Jumlah seluruhnya ada 11 ayat. Tetapi dari sejumlah ayat-ayat Alqur'an yang ditampilkan itu tidak satupun yang tertera secara qathi' / pasti, menyatakan bahwa "matahari itu benar-benar bergerak mengelilingi bumi". Melainkan tafsiran belaka. Mungkin, dalam benak Ahmad Sabiq, lantaran bumi diam tidak bergerak, lalu ayat Alqur'an menyatakan matahari bergerak, terbit di timur dan terbenam di barat, maka muncullah tafsiran bahwa matahari itulah yang bergerak mengelilingi bumi, karena bumi itu dianggapnya diam tak bergerak sama sekali, sebagaimana keinginannya pada dalil pertama yang sudah kita soroti.
Ketahuilah wahai saudaraku, tanpa memahami ayat-ayat Alqur'an pun, bukankah ternyata Aristoteles dan Ptolomeus, sudah berpikir seperti itu ?! Bahwa bumi menjadi pusat edar, matahari dan benda-benda langit lainnya beredar mengelilingi bumi (paham geosentris)!! Apakah buku Ahmad Sabiq itu kemudian diterbitkan dengan maksud berusaha membangkitkan pola pikir Aristoteles untuk menafsirkan ayat Alqur'an tentang hal ini??. Nauwzubillah.
Mari kita kutipkan salah satu terjemahan ayat dalam buku Ahmad Sabiq, halaman 134, [Surat Yaasiin(36) ayat 38] :"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa serta Maha Mengetahui". Silahkan para pembaca membuka sendiri ayatnya. Dalam hal ini Ahmad Sabiq sendiri menerjemahkan "Dan Matahari berjalan di tempat peredarannya". Bukan "Matahari berjalan mengelilingi bumi".
Kitapun sangat setuju, bahwa ayat 38 dari Surat Yaasiin tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa "Matahari berjalan di tempat peredarannya", sebagaimana terjemahan Ahmad Sabiq. Dalam ayat itu diungkapkan kalimat: ".............. Tajeriiy Li-Mustaqarrin Lahaa". Tetapi jangan kemudian diselewengkan maknanya menjadi: "berputar mengelilingi bumi", sebagaimana sub-judul yang diinginkan Ahmad Sabiq. Itu, kan hanya penafsiran. Sama sekali tidak ada satupun ayat Alqur'an menyatakan seperti itu. Jadi tidak boleh dinyatakan sebagai "sebuah kepastian", sebagaimana tertulis pada judul buku. "Matahari Mengelilingi Bumi, sebuah kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah ........".
Ambil contoh kalimat bandingan: "Shalat lima waktu itu wajib bagi kaum Muslimin, sebuah kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah...". Kalimat ini jelas dalilnya, ada ayatnya, juga hadistnya, tidak perlu ditafsirkan. Ini yang namanya "sebuah kepastian". Tapi kalimat "Matahari mengelilingi Bumi" bukanlah "sebuah kepastian", hanya sebuah tafsiran terhadap ayat Alqur'an, kebetulan cocok (atau dicocokkan??) dengan paham geosentris.
--------------------------------------------------------------Kesepakatan para Ulama (dalil ke tiga)Dalil ke tiga ini tidak signifikan untuk disoroti karena dalil pertama dan kedua sudah cukup menjadi sandaran. Semoga para ulama salaf yang dipaparkan dalam buku tersebut Termasuk Ibnu Taimiyah Rahimahullah, tetap dalam naungan rahmat dan magfirah Allah SWT. Mari kita bersikap sesuai hadist Nabi SAW. Bahwa kalau mereka benar dalam hal itu, maka mereka menerima 2 pahala. Satu atas jerihpayahnya, dan satu lagi atas hasilnya yang benar. Tapi kalau mereka tersalah, tetaplah mereka mendapatkan satu pahala dari Allah SWT. atas upaya ijetihadnya, Amien.
Dalam masalah ini, kita tidak boleh hanya membenarkan dan taklid belaka, tidak juga hanya menyalahkan. Pendapat mereka perlu dikoreksi bukan diwarisi. Itulah antara lain makna yang dikehendaki dalam maksud ayat 36 Surat Isra"(17).
-----------------------------------------
Mari Kita Soroti dalil ke Empat. Mengenai Fakta apa yang kita hadapi.
Dalil ke empat dikemukakan Ahmad Sabiq adalah Fakta yang ia lihat sehari-hari yang membuktikan pendiriannya. Fakta tersebut ada dua kejadian yaitu:
1. Matahari terbit di ufuq timur, bergerak ke barat lalu terbenam diufuq barat. Sebagai bukti bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi.
2. Awan di langit, bergerak kadang ke timur, ke barat, ke utara dan ke selatan. Menunjukkan diamnya bumi, tidak bergerak. Gerak awan tersebut dijadikan dalil fakta oleh Ahmad Sabiq, bahwa bumi tidak berotasi.
Kalau mau diikuti cara berpikir seperti ini, maka perhatikan kisah sepasang burung merpati peliharaan Kapten Kapal Tampomas (dahulu). Burung itu terbang berkeliling dalam ruang rest. Menarik perhatian hadirin penumpang yang ada disitu. Pasangan merpati itu terus melayang sampai beberapa jam, berduaan, bermesraan, tanpa menyentuh lantai. Membuat siapapun melihatnya merasa kagum. Burung itu ternyata cukup cerdas. Tidak sia-sia kapten Kapal Tampomas memeliharanya, sebagai hiburan yang menemaninya selama dalam pelayaran. Kita tidak akan terpaku pada kisah burung itu. Tetapi mari kita pinjam cara pikir Ahmad Sabiq. Apakah selama beberapa saat merpati itu terbang tidak menyentuh lantai kapal, dapat di katakan sebagai bukti bahwa pada saat itu kapal tidak bergerak?? Seperti halnya para penumpang yang hilir mudik kesana kemari berjalan di kapal yang sedang berlayar. Tentu kalau ada semut atau kecoa di kapal yang melihat penumpang kesana kemari, akan berpikir seperti cara Ahmad Sabiq, bahwa kapal tidak bergerak. Kapal sedang berhenti. Karena orang-orang yang dilihatnya, ada yang bergerak ke utara, selatan, timur, barat. Begitu juga burung yang ia lihat terbang kesana kemari.
Kedua fakta diatas menjadi gambaran dalam benak Ahmad Sabiq Lalu dituangkan di halaman 148 dalam bukunya, melalui sub-judul:
"Sebuah Kenyataan yang terpampang di hadapan kita".Sayang sekali jika wawasan Ahmad Sabiq bersama kelompoknya hanya sampai disitu. Seharusnya, ia berusaha mengikuti petunjuk Alqur'an yang tertera secara implisit dalam Surat Ali 'Imran(3) ayat 190-191; sehingga mendapatkan gambaran lengkap dan menyeluruh, bukan gambaran sepotong-potong / parsial.
Mari kita ajak Ahmad Sabiq bertafakkur sejenak. Perhatikan fenomena alam yang merupakan fakta nyata, terlihat sehari-hari, tanpa alat teknologi, hanya diperlukan sedikit perenungan dan analogi, untuk menambah wawasan, agar lebih komprehensif, holistik, tidak picik.
Mari renungkan fakta-fakta berikut:
--------------
(1). Perhatikan gerak bulan (qamar) pada malam hari. Pertama muncul dari barat berbentuk sabit, sesaat setelah matahari terbenam. Lalu bulan ikut terbenam juga di barat, hanya selang beberapa saat pada malam itu juga. Ini disebut tanggal satu Bulan Qamariyah. Selanjutnya besok malam, terulang lagi muncul dalam bentuk sabit hanya sedikit lebih besar, dengan cara pemunculan seperti itu juga. Disebut tanggal dua. Dan seterusnya setiap malam, seperti itu. Setelah masuk tanggal 15 bentuknya bulat sempurna. Selanjutnya kembali tanggal 16, seterusnya, mulai mengecil berbentuk sabit pula, hanya dalam posisi sabit terbalik di banding posisi pemunculan sabit sebelumnya, sampai kecil tipis lalu tibalah suatu malam yang gelap tanpa pemunculan bulan sama sekali, kemudian muncul lagi pada malam berikutnya dengan perulangan seperti pertama. Ini adalah kenyataan. Dalam Surat Yaasiin(36) ayat 39, tempat pemunculan bulan seperti itu disebut "manzilah". Sedangkan bentuknya disebut "Ahillah" (hilal-hilal) oleh ayat 189 Surat Albaqarah(2). Dari kenyataan tersebut ada 3 fakta yang perlu direnungkan oleh Ahmad Sabiq bersama kelompok Salafiyahnya. Agar sejalan dengan missinya yang ketiga menghidupkan metode ilmiyah, tetapi tak perlu bertaqlid pada pendapat ulama benuman lama kalau ternyata tidak sesuai dengan fakta.
(a). Kenapa Bulan Purnama pemunculannya hanya sekali dalam satu periode bulanan. Padahal kalau matahari mengelilingi bumi 1x24 jam dan bumi diam saja ditempatnya, seharusnya setiap malam muncul bulan purnama. Bukankah munculnya purnama adalah disebabkan bulan menerima cahaya matahari penuh dan memantulkannya ke bumi. Pada saat itu posisi ketiga benda langit itu selurus dimana bumi berada di tengah, sedang bulan dan matahari masing-masing pada posisi sebelah menyebelah berhadapan. Bagian bumi yang terkena cahaya matahari penuh disebut mengalami siang hari. Bagian bumi lainnya mengalami gelap tanpa cahaya matahari di mana bulan terlihat purnama dari wilayah yang gelap malam itu.
(b). Seperti halnya bagian (a) di atas, pada saat posisi ketiga benda langit itu selurus tetapi bulan di tengah. Pada daerah bumi yang mengalami malam sangat gelap hanya bintang-bintang yang terlihat tanpa bulan. Keadaan mana dikenal dengan sebutan bulan gelap. Kenapa hanya terjadi sekali saja dalam periode satu bulanan (syahar)?
(c). Perhatikan urutan pemunculan yang berbentuk sabit setiap malam (hilal). Coba renungkan bagaimana cara pemunculan hilal itu. Apakah hal itu bisa terjadi jika matahari mengelilingi bumi 1x24 jam, dan bumi tinggal diam, tanpa gerak rotasi, tanpa gerak revolusi??.
----------------
(2). Tentang gerak matahari dan gerak bulan, informasinya berada 1 paket dalam Surat Yaasiin(36) ayat 38, 39 dan 40. Matahari bergerak ditempat peredaran yang ditentukan baginya. Bulan telah ditetapkan tempat-tempat munculnya dari sabit kecil jadi purnama kembali ke sabit kecil. Matahari tidak akan mencapai bulan, demikian halnya malam tidak akan melombai siang. Masing-masing berjalan di falak sesuai garis edarnya. Ayat ini sekaligus mengoreksi perinsip "heliosentris". Tetapi sama sekali tidak membenarkan perinsip "geosentris". Ayat ini menyampaikan fakta yang ada, untuk direnungi. Gambaran malam dan siang yang disebutkan di ayat 40, menunjukkan situasi yang di alami di bumi.
--------------------------
(3). Kalau diperhatikan kenampakan bulan yang terlihat oleh mata kita di bumi, pertama kali terbit dari ufuq barat dalam bentuk sabit hanya dalam beberapa saat lalu terbenam lagi di ufuq barat, bukannya muncul dari timur lalu terbenam di barat. Padahal Ahmad Sabiq juga tahu bahwa bulan itu mengelilingi bumi dari timur bergerak ke barat, seperti penjelasannya ketika acara bedah buku, di Palu. Nah, kalau -dimisalkan- matahari juga mengelilingi bumi dari timur ke barat seperti keinginan Ahmad Sabiq, berarti sama keadaannya dengan bulan. Kenapa cara terbit matahari dan bulan tidak sama. Bagaimana penjelasan tentang kedudukan bulan dan matahari, dengan berdasarkan perinsip bumi diam ditempat ??
-----------catatan:
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan disini bahwa matahari itu memancarkan cahayanya sendiri, sedangkan bulan hanya menerima cahaya matahari lalu memantulkannya ke sekitarnya, dan bulan itu terlihat dari bumi karena cahaya yang dipantulkannya sampai di bumi. Alqur'an Surat Yunus(10) ayat 5, menyebutkan faktanya: "Asy-Syamsa dhiyaa'aa" , "Al-Qamara Nuuraa". Selanjutnya, kedudukan bulan dengan bentuk sabitnya yang disebut "hilal" dan cara terbitnya yang disebut "manzilah"; digunakan untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (hisab). Ini pernyataan Alqur'an dan faktanya memang begitu. Tetapi jika dianggap benar-benar bahwa bumi diam tidak bergerak, coba tunjukkan bagaimana mengetahui bilangan dan perhitungan tahun. Mungkin jawabannya seperti keinginan Ahmad Sabiq bahwa "itu hanya masalah teknis saja". Disinilah letak kesalahannya yang sangat fatal. Bukankah masalah teknis dalam hal ini berasal dari perinsip awalnya, atau philosofinya.
------------------Cara berfikir demikian bandingannya sama dengan berfikir tentang masalah shalat. Mungkin ada orang yang menganggap mengenai tatacara shalat itu hanya masalah teknis belaka. Sama juga dengan penulisan "Allah" digantikan dengan "Alloh". Semua Itu hanya masalah teknis belaka. Cara berpikir seperti inilah yang sering mengacaukan sistem Syariat Islam yang sebenarnya.
(4). Perhatikan bahwa setiap Bulan Desember matahari berada di posisi daerah selatan. Pada Bulan Juni kembali matahari berada di posisi daerah Utara. Ini berulang setiap tahunnya menurut pandangan kita dari bumi. Jika dibenarkan bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi, maka berarti lintasan gerak matahari menyerupai bentuk lingkaran spiral subreker motor. Benarkah??. Hal demikian sama sekali tidak benar, karena kedudukan bulan dengan manzilahnya serta pembentukan sabitnya yang bertahap, tidak membenarkan pandangan itu. Demikian juga kenampakan fisik bulan purnama setiap bulannya, baik pada Desember maupun Juni dan bulan lainnya, tidak dapat dijelaskan dengan perinsip matahari mengelilingi bumi.
(5). Fakta lain tentang gerhana matahari. Ternyata lintasan daerah yang dilalui bayangan gerhana matahari selalu berbeda setiap kali terjadi gerhana matahari tersebut. Ambil contoh data gerhana matahari Bulan Oktober 1976 daerah yang dilewati adalah Australia, Afrika Timur, panjang sekitar 200 km. Pada Bulan Oktober 1977 daerah yang dilalui adalah Amerika Tenggara, dengan lintasan kira-kira 100 km. Contoh lain pada Bulan Pebruari 1979 daerah yang dilalui Amerika Utara. Pada Bulan Pebruari 1980 daerah yang dilalui Asia Selatan ke arah Afrika. Satu lagi contoh, pada bulan Nopember 1984 daerah yang dilalui daratan New Guinea. Pada Bulan Nopember 1985, daerah yang dilalui Lautan Fasifik Selatan. Mari renungkan, kalau ternyata bumi itu diam saja di tempatnya, mestinya daerah yang dilalui bayangan gerhana matahari tidak berubah.
(6). Setiap malam kita pandang ke langit gelap, terlihat bahwa gugusan bintang juga bergerak dari timur ke barat, dan terbenam di ufuq barat. Besok malamnya terbit lagi di ufuq timur. Namun setelah berlangsung selama satu periode bulanan gugusan bintang itu berganti komposisi. Susunan bintang-bintang di langit pada malam hari, setiap 1 periode bulan selalu berganti. Misalnya pada Bulan Maret tidak sama susunan bintang-bintangnya bila masuk pada Bulan April. Bisakah dijelaskan dengan perinsip bumi tidak bergerak??
Cukup enam fakta ini saja yang perlu dipaparkan. Bahwa semua fakta tersebut di atas sama sekali tidak menjadi bukti yang membenarkan perinsip Ahmad Sabiq bahwa matahari mengelilingi bumi, dan bumi diam ditempat tidak bergerak sama sekali.
----------- ---------- --------- S.o.S.
Melalui Blog ini kita tunggu penjelasan Ahmad Sabiq, mungkin ia terbitkan kembali buku lain yang menjelaskan fakta-fakta di atas untuk membuktikan pandangannya. Namun buku yang ditulis Ahmad Sabiq (sebagaimana tertera dalam blog ini) sama sekali tidak memuat kepastian informasi dari Alqur'an tentang matahari mengelilingi bumi. Direkomendasikan untuk ganti judul. Ungkapan: "sebuah kepastian" diganti dengan ungkapan: "sebuah penafsiran". Dengan demikian Judul buku : "Matahari Mengelilingi Bumi, sebuah Penafsiran berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, . . . . . . . . . . . . . . . . .dst".
Tetapi jika Ahmad Sabiq tetap mempertahankan Judul bukunya tanpa diperbaiki, maka kami nyatakan melalui blog ini bahwa buku yang ditulis dengan metode penafsiran Ahmad Sabiq terhadap sejumlah ayat Alqur'an berdasarkan perinsip "geosentris", sebagaimana perinsip Aristoteles, lalu dikatakan sebuah Kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah, adalah: "sesat dan menyesatkan".
---------------------Catatan khusus dari Utz. Syamsu Alam Ardamansa:
Astaghfirullah, .... semoga Allah mengampuni saya selaku penulis dan pengoreksi. Dan kepada Saudaraku Ahmad Sabiq, kita tetap bersaudara, tidak bermusuhan, walaupun koreksian saya ini terasa seolah kita bermusuhan, padahal ini hanya sebuah koreksi. Hal ini dilakukan demi tegaknya Alqur'an. Mari kita sama-sama memohon ampunan Allah. ...... Amien.
------------------------------------------------------------------------------Wassalam
Tulisan ini diakhiri Malam Senin jam 08:51
Malam tanggal 15 Muharram 1430 H./11 Januari 2009 M.
Pengelola "The House of Wisdom", Pengavu, Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.